Thursday, July 23, 2009

ayam ayam cuayang... part two

Jangan baca kalo belum baca part one nya!!


Tomy nggak pernah membeda-bedakan kondisi ayam. kehadiran ayam kecil itu membuatnya lebih bersemangat. Tomy jadi nggak bisa memejamkan mata. Ditatapnya mesin penetas itu baru ada 1 sosok kecil itu yang menunjukkan pergerakan. dilihatnya telur-telur yang lain, masih anteng. Ah, nggak papa, sabar aja. 1 jam, belum ada tanda-tanda. 2 jam,... 3 jam... sampai adzan subuh terdengar. Tomy pun segera sholat dan memanjatkan doa "Ya Rabb yang maha Kuasa... berilah kekuatan kepada telur-telur ku untuk menetas..." Hampir menangis Tomy saking khusyuknya ia berdoa.

Tomy nggak doyan sarapan, karena sampai pukul delapan, 19 telur lain belum juga menetas. Tomy mulai kehilangan harapn. lebih parah lagi, mulai nggak berani menghadapi kenyataan. ajakan teman kostnya untuk kuliah tidak dihiraukan. telepon dan sms dari denok yang biasanya membuat hatinya melayang, sekarang tidak diacuhkan. di otaknya cuma ada 4 kata... telur.... ayam....menetas..rugi....

Tapi Tomy, memang seperti itulah hidup. 2 hari berlalu, 19 telur ayam mulai mengeluarkan aroma tak sedap. hanya ada 1 ayam kecil saja yang hidup. dengan hati terluka diambilnya telur itu satu-satu. tadinya Tomy mau menguburnya, tapi lalu ia memutuskan untuk membuangnya, biar nggak terlalu dramatis. lagian semua tanah di halaman kostnya sudah penuh gelombang cinta bp Kost, bisa diusir Tomy kalau berani bikin kuburan kecil di situ.

Lebih terluka lagi saat Denok datang bersama abangnya, untuk menengok kondisi Tomy dan "anak angkat"nya. Abang Denok yang tadinya siap memborong ayam-ayam kecil hasil "eraman" Tomy, memicingkan mata melihat jumlah ayam yang berhasil ditetaskan, cuma atu!!
"Yah.. kok cuma satu Tom, cacat lagi, ini sih nggak laku. kamu piara aja, buat temen curhat" kata Abang Denok dengan teganya. Oh.. hati Tomy berdarah! lebih berdarah dibanding kemarin waktu Tomy memergoki Denok dibonceng cowo lain dikampusnya. Tomy merasa dilecehkan. Sejak saat itu Tomy ogah menerima telpon Abang Denok. Secara kebetulan, abang Denok juga nggak pernah menelepon Tomy, hi..hi...

Sekarang sudah 3 bulan sejak kejadian itu. ayam kecil yang pincang itu sudah besar dan montok. Tomy merawatnya dengan penuh cinta. temen kost Tomy bilang, ayam Tomy jadi nggak mandiri karena terlalu dimanja. minta apaa... aja dituruti. Wah nggak mendidik itu Tom....
Tapi Tomy tetap sayang sama ayamnya. meskipun ia berjalan dengan tertatih, ayam itu tetap seksi di mata Tomy. Bahkan Tomy sudah bertekad akan menambah ayam piaraannya, dan akan mencintai ayam-ayam itu nanti, bagaimana pun bentuknya. Cita-cita Tomy, akan membuat kandang ayam inklusi.....

ayam ayam sayang

Ini cerita tentang seorang jejaka yang (ngakunya) nggak mudah putus asa. Namanya Cimot, panggilannya Tomy. nggak nyambung? boleh dong.

Sejak remaja, Tomy sudah bercita-cita jadi wirausahawan sukses. maka setiap ada ide baru usaha, Tomy nggak pernah menyia-nyiakannya. dan hasilnya? seperti dapat diduga, bankrupt!!

kali ini, Tomy mendapat kabar dari Denok, gadis pujaannya. Denok menceritakan usaha abangnya yang sedang berkembang pesat. Abang Denok adalah sorang pengusaha ayam. dia beli ayam yang masih baby, dibesarkan, disuntik sana sini biar cepet gendut, terus dijual deh di fried chicken untuk dibuat jadi ayam crispy yang harganya lumayan. masalahnya, abang Denok kewalahan mencari ayam yang masih baby. mungkin karena ayam2 mulai sadar pentingnya keluarga berencana, jadinya jumlah kelahiran (atau ketetasan?) ayam semakin kecil. ini sangat disayangkan padahal omset abang Denok semakin besar, dan dia berani bayar mahal untuk membeli baby ayam.

Mendengar itu, sontak naluri bisnis Tomy muncul. sebab saat masih di STM dulu Tomy berinovasi membuat mesin penetas telur, yang dipuji habis2an oleh gurunya. maka belanjalah Tomy untuk mendapatkan piranti pelengkap untuk membuat mesin itu. agak lumayanlah sih, hampir menghabiskan uang bulanan Tomy, sangu dari orang tuanya.

Setelah bersusah payah, mesin itu pun jadi. dengan sedikit sisa uang saku di tangan, Tomy pulang ke kampungnya. selain untuk minta tambahan uang saku, juga untuk membeli telur-telur ayam dari tetangganya. satu-satu tetangga disowaninya, hingga terkumpullah 20 butir telur. Dipakingnya telur itu hati-hati ke dalam ransel, untuk dibawa ke kostnya di Jogja. Emak Tomy sempat khawatir dengan keanehan kelakukan anak kesayangannya itu. "Mau dibawa telur2 itu Tomy anakku?" "Mau dierami, bunda..!" Jawab Tomy mesra, membuat Emak semakin khawatir. jangan-jangan anaknya mulai sakit ...

Dengan penuh cinta kasih, Tomy meletakkan telur-telur itu itu di mesin penetas yang diletakkan di sudut kamar kostnya yang cuma 3x2,5 m persegi itu. sehari semalam Tomy menunggu. dengan penuh harapan. sampai enggak kuliah dan ogah makan. telepon Denok dijawab dengan berbisik "Ngomongnya pelan aja ya Nok, takut telurku rusak.." Tomy persis seperti suami yang isterinya mau melahirkan, deg-degan, harap-harap cemas.

Karena capek, Tomy jadi ketiduran. Tiba-tiba di tengah malam..... ada suara berderak dari mesin penetas Tomy. terus ada suara pyik..pyik.. Tomy segera bangun. hampir dia meloncat saking senangnya, menatap ada satu telur yang sudah retak dan mulai memunculkan sosok imut berwarna kuning muda. Tomy semakin mendekat ke mesin, mencoba memberi semangat agar ayam kecil itu berhasil mendobrak kunkungannya. "Ayo sayang... kamu bisa..!" Entah karena dorongan Tomy yang sesemangat cheer leader, ayam itu berhasil! Tomy semakin cinta, ayam itu tampak tertatih melangkah, begitu tertatih, lalu Tomy menyadari, ayam itu cacat, pincang. apakah dia terkena polio ayam? Tomy tidak tau.

..... to be continued